Gusdurian yang Baik Hati
SUATU kali saya balik ke Nanga Tayap lewat jalur Pelang. Setelah melewati warung Pak Kacong, saya terjatuh. Motor menghantam aspal. Tanki pecah dan bensin mengalir tumpah.
Motor tidak bisa distarter, takut ada percikan api menyulut bensin yang tumpah. Beberapa kali ada motor lewat, tetapi tidak mau berhenti.
Seorang bapak pulang dari ladang. Ia menghampiri saya. “Bisa saya bantu mas?” Ia menawarkan kebaikan.
Tanki motor harus diganti. Saya mesti ke Bengkel Atong di Ketapang. Bapak itu dengan senang hati menolong. “Mas naik ke motor. Saya dorong dengan kaki di pedal motornya.” Dengan motornya, ia mendorong di sisi saya.
“Mas ini tugas di mana?” Dia mengawali pembicaraan selama di perjalanan kembali ke Ketapang yang jaraknya 60 km lebih. “Saya pastor Katolik di Tayap pak.Tadi itu mau pulang ke Tayap.”
Dia memperkenalkan diri dan berkata, “Saya muridnya Gusdur romo. Awake dhewe seduluran.” Tuhan mengutus orang Samaria yang baik hati untuk menolong saya.
Rasanya bahagia sekali menemukan saudara di perjalanan. Dia kemudian bercerita panjang lebar tentang nasehat Gusdur untuk mengasihi sesama tanpa pandang bulu.
Gusdurian sungguh luar biasa. Saya jadi ingat persahabatan Gusdur dengan Romo Mangunwijaya saat di Yogyakarta.
Injil hari ini berkisah tentang orang yang turun dari Yerusalem ke Yeriko. Lagu yang sering kita nyanyikan itu terbalik, “Dari Yeriko ke Yerusalem ada jalan cintakasih.”
Yerusalem itu terletak di Bukit Zion. Yeriko terletak di bawah dekat dengan Lembah Yordan.
Ia dirampok habis-habisan, hampir mati. Ada Imam melihatnya tapi melewatinya dari seberang jalan. Begitu juga orang Lewi hanya meliriknya.
Lalu orang Samaria yang dicap sebagai orang kafir lewat dan menolongnya. Ia merelakan minyak dan anggurnya. Ia menaikkan orang sakit itu ke keledai tunggangannya.
Ia membawanya ke tempat penginapan. Ia masih menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan untuk merawat si sakit.
Bahkan ia masih berjanji akan menggantinya jika dibelanjakan lebih. Ini orang Samaria guys.....yang dipandang orang Yahudi sebagai musuh, orang kafir, najis bergaul dengan mereka.
Imam dan orang Lewi yang mengganggap diri suci dan saleh itu malah tidak berbuat apa-apa. Mereka menghindar, lewat dari seberang.
Mengasihi Tuhan Allah itu terwujud dalam mengasihi sesama yang kesulitan. Tidak ada gunanya kotbah berbuih-buih tentang Tuhan, tetapi tetangga melarat, miskin, kesulitan, menderita, kita diam saja.
Cintamu kepada sesama yang sedang menderita menunjukkan cintamu kepada Tuhan.
Orang Samaria itu mengajarkan kasih yang terwujud dalam tindakan. Ia mengasihi dengan total dan tanpa pamrih. Beranikah kita berbuat seperti orang Samaria itu?
Cawas, mengasihi dengan tulus
Rm. A. Joko Purwanto, Pr