Kamis, 18 Desember 2014

Bagaimana tugas menjadi Misdinar?



Seputar tentang tugas pelayanan sebagai misdinar atau Akolit.

Pertanyaan umat :
1. Terkadang ada hal2 yg ingin kita cari tidak dapat ditemukan di sekitar kita sehingga harus repot2 mencari hingga ke Vatikan. malah kadang yg ada di sekitar kita malah membuat bingung sehingga lebih baik langsung mencari ke sumbernya. misalnya soal baju misdinar yang antar paroki aja bisa berbeda.

2. Tanya soal misdinar :
1. Apakah misdinar harus dilantik dahulu sebelum mulai bertugas?
2. Apakah misdinar bisa dibatasi usianya? dasarnya apa? jika usia bisa tidak terbatas, apakah boleh seseorang yang sudah menikah menjadi misdinar?
3. Apakah untuk panduan tugas bagi misdinar bisa disamakan dengan tugas akolit yang tertuang di PUMR, bisa disamakan seluruhnya atau sebagian? kalau sebagian saja, siapa yang berwenang menentukan mana2 saja yang bisa dilakukan misdinar, dan mana yang tetap khas akolit?

PENCERAHAN DARI PASTOR Albertus Widya Rahmadi Putra
Anda ingin tahu bagaimana PE dijalankan di Vatikan? Jawabanya sederhana: sama seperti yg tercantum di Missale Romanum, tidak lebih dan tidak kurang.. :). Dalam perayaan2 besar, tugas pelayanan altar di vatikan umumnya memang diemban oleh para seminaris (baca: akolit).
Buku kecil panduan perayaan untuk umat biasanya dibagikan (hanya khusus hari2 besar) dan boleh dibawa pulang. Namun buku ini tidak memuat detil apa yg harus dilakukan misdinar krn memang tidak dicetak untuk maksud itu. Untuk edisi tahun 2010, Anda bisa download di: http://www.vatican.va/news_services/liturgy/calendar/ns_liturgy_calendar_en.html

Silakan klik sesuai bulan dan perayaan yg diinginkan pada bagian tulisan “Booklet for the Celebration”.
Link populer lain terkait pelayan altar atau misdinar atau akolit:

http://en.wikipedia.org/wiki/Altar_server
http://en.wikipedia.org/wiki/Acolyte

Dari dua link di atas setidaknya kita bisa memahami bahwa tugas misdinar atau pelayan altar yang populer sekarang memang bersumber pada tugas akolit. Praktis detail tugasnya tidak berbeda. Soal pelantikan, akolit menerima pelantikan resmi, sementara untuk menjadi misdinar “biasa” tidak ada keharusan dilantik. Prakteknya, banyak pastor paroki mengadakan pelantikan dan pelatihan rutin utk para misdinar di parokinya. Hal ini amat baik utk menumbuhkan komitmen & keseriusan pelayanan para misdinar.
Dalam praktek sekarang tidak ada pula pembatasan tegas usia atau status untuk misdinar. (tapi memang jarang khan bapak2 yg mau jadi misdinar, kecuali dalam keadaan “darurat”, misalnya di stasi2 terpencil). Memang baik digalakkan utk anak2 dan remaja terutama juga utk menumbuhkan benih panggilan bagi mereka.

Terkait pakaian, karena awalnya bersumber dari peran akolit, pakaian misdinar awalnya juga mengikuti pakaian akolit. Standart resmi untuk misdinar sejauh saya tahu, tidak ada secara resmi tertulis. (Beda kasus utk pakaian klerus!). Keuskupan setempat bisa menentukan norma yg lebih detil. Ambil contoh, di Italia, pakaian yang dianggap “lazim” utk misdinar digolongkan menjadi tiga:

1. jubah hitam atau merah plus superpli putih sederhana,
2. alba putih sederhana dengan singel atau tanpa singel,
3. model tarsisius (alba putih dengan dua garis merah).

Contoh gambar bisa dilihat di sini: http://www.cattoliciromani.com/forum/showthread.php/abiti_chierichetti-9025.html

Di Indonesia, setidaknya jaman saya dulu sering jadi misdinar, pakaian nomor 1 (jubah merah plus superli putih polos) lazim digunakan.
btw.. apa yg saya tulis di atas adalah sharing dan pengamatan pribadi.. silakan dikoreksi, terutama oleh Anda para pakar liturgi di forum ini, jika ada hal2 yang tidak sesuai atau bahkan mungkin melanggar norma liturgi resmi terkait tema misdinar..

Peace..
PENCERAHAN DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ :
Sebenarnya tugas umum misdinar bisa dibaca pada panduan untuk “akolit” seperti yang sudah dibahas, terutama lihat di PUMR (berkaitan dengan pendupaan, pelayanan, dll).
Yang ditulis di PUMR memang sebenarnya menunjuk kepada akolit dilantik secara liturgis.
Karena kini di banyak tempat akolit seperti itu tidak ada banyak, maka prinsipnya tugasnya tidak banyak berubah, karena memang tidak ada tugas khas dan eksklusif yang melekat pada pelantikan itu. Artinya tugas umum akolites itu ya boleh dan bisa dilakukan oleh misdinar yang ada sekarang, asal syarat-syarat terpenuhi.
Untuk syarat umum kalau menurut tradisi dan peraturan liturgi umum Roma, misdinar adalah: Laki-laki cukup umur. Tidak ada batasan umum ke atas.

Mereka dilatih untuk tugas akolites, dan pengertian pokok sekitar liturgi yang perlu. Ini adalah pengetahuan dasar yang dituntut. Minimal misdinar harus bisa menjawab seluruh bagian yang dijawab umat saat liturgi resmi berlangsung.

Dari sini sebenarnya kalau mengacu ke peraturan asal dibandingkan yang terjadi di Indonesiai:
a. Misdinar harus laki-laki, dan bukan perempuan.
b. Misdinar tidak dibatasi oleh umur.

Tentang pakaian, pada dasarnya kalau dilihat dari perkembangan tata busana, seperti busana liturgi imam dan Uskup pun berkembang sesuai dengan kondisi real jaman, walau pun bagian pokok tetap sama: kasula, stola, singel, alba, warna liturgis….. = tetap, tetapi model, bahan bisa berubah sesuai keadaan dan jaman.

Contoh kasula lama, kalau kita lihat di museum Vatikan atau beberapa museum biara atau paroki tua di Italia, kita bisa melihat kasula itu adalah karya tangan (hand made) entah disulam, songket, dll – dan umumnya dari bahan mahal dan berat. Untuk daerah dingin pakaian ini menguntungkan, tetapi untuk daerah tropis pakaian ini akan banyak merepotkan, apalagi untuk pastor yang harus berkeliling dari satu tempat misa satu di pemukiman penduduk ke tempat lain, yang umumnya panas sekali karena atap seng dll.
Demikian juga jubah, umum di daerah Eropa jubah imam adalah hitam. Di Indonesia yang umum adalah putih.

Ini semua disesuaikan dengan keadaan setempat, yakni iklim dll.
Nah, kembali ke soal pakaian misdinar. Pada dasarnya pakaian misdinar adalah “semacam alba/jubah” bagian dalam, dan ditutup dengan semacam superpli. Ini pakaian dasar. Superpli selalu putih, dan warna dasar jubah dalam mengikuti liturgi.

Di Indonesia pakaian ini ada yang masih mengikuti standar itu ada pula yang telah disederhanakan yakni menjadi tiga potongan, yakni potongan bawah (semacam under rok – menggantikan peran jubah di atas); bagian tengah (menggantikan superpli) dan bagian atas penutup kerah (tambahan baru untuk ekspresi warna liturgi, karena di beberapa tempat bagian bawah malahan kain jarik / batik).

Yang perlu diperhatikan adalah: pakaian itu mirip dengan pakaian pelayan altar (jubah + superpli) pada umumnya; dan mencerminkan warna liturgi yang berlansung.
Kedua, pakaian itu membantu baik umat maupun yang bersangkutan untuk menghayati liturgi secara lebih baik.

INFORMASI DARI PASTOR YOHANES SAMIRAN SCJ :
Untuk pembanding atau pelengkap referensi tentang baju misdinar, silahkan klik link berikut:
http://www.facebook.com/editphoto.php?aid=10852#!/album.php?aid=10852&id=100000678356281&upload=1

Hehehee iya, karena memang mau kumpulin saja model baju misdinar dalam Gereja Katolik. Model ritus Timur adalah yang model baju saja tanpa dipakai dan yang dipakai misdinar dengar warna dasar kuning itu, membawa lilin dll. Cirinya jelas baju misdinar mirip dengan pakaian liturgis imamnya.
Ritus Barat, yang warna pokoknya putih – diungkapkan dalam bagian superpli. :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar